Minggu, 12 Juli 2009

Menikmati Nobonisme


Anti logika, terlebih dalam berkarya, tampaknya menjadi salah satu keunikan Nobon jika dibandingkan dengan para pelukis lainnya. Oleh karena itu, kita tidak dapat serta merta mempertanyakan pakem-pakem konvensional dalam penghayatan atas lukisan-lukisannya. Lukisan-lukisan Nobon yang bebas dari pakem-pakem konvensional itulah yang saat ini dipamerkan di Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan, Bandung. Pameran yang berlangsung sejak 4 Juli lalu sampai 14 Juli yang akan datang tersebut menyajikan 20 lukisan terbaru Nobon dengan media kanvas.
Herry Dim, kurator dalam pameran tersebut, mengungkapkan penemuannya akan kenyataan-kenyataan yang serba bukan ketika menyandingkan karya-karya Nobon dengan berbagai gerakan seni (lukis) yang pernah ada. Karya-karya Nobon cenderung mandiri, tidak terikat pada gerakan seni manapun. Maka, jika kecenderungan Nobon ini terus berlangsung, diterima oleh publik seni dan melahirkan pengikut, bukan mustahil suatu hari nanti akan dikenal suatu gerakan seni yang disebut Nobonisme.
Bersandar pada kejujuran
Bicara soal lukisan Nobon, tak bisa lepas dari sosok pelukisnya. Firman Irwansyah yang biasa dipanggil Ferry, salah satu teman Nobon, menggambarkan Nobon sebagai sosok yang unik. “Lukisannya pun tergolong unik untuk seorang awam seperti saya,” tutur Ferry.
Keunikan itu terlihat pula dalam komentar Nobon soal lukisannya. Dalam setiap perkataannya, melukis seolah proses yang ia percayakan sepenuhnya kepada tangan. Maka, tangan seperti punya logikanya sendiri yang tak dikenal oleh logika dalam kepala.
“Dalam melukis bersama kuas dan warna, kubiarkan tangan bergerak ikuti kata hati, intuisi. Bukan membentuk, walau kemudian pada akhirnya seperti ada bentukan. Saat melukis, ku tak tahu lagi dimana peran imajinasi dan estetika. Tangan telah berfungsi sebagai fikiran dan perasaan dalam penyelesaian sebuah karya, dan sepenuhnya bergantung pada proses,” ungkap Nobon dalam katalog pamerannya.
Dengan membebaskan diri dari pakem dan melukis dengan caranya sendiri, Nobon menghadirkan niai kejujuran dalam karyanya. Ferry menyebutnya sebagai seorang idealis. Sementara banyak seniman yang berbicara tentang seni dan mengatasnamakan seni dengan menampikkan seni itu sendiri, Nobon tetap konsisen dalam berkarya dan kesehariannya, bersandar pada kejujuran.
Sebuah pencerahan
Melalui lukisan-lukisannya dalam pameran kali ini, Nobon menyajikan putaran-putaran garis dan warna yang graduatif. Putaran-putaran inilah, yang oleh budayawan Radhar Panca Dahana, dikesankan sebagai ajakan untuk meraba bagian terdalam hati dan pikiran kita. Dilihat dari judulnya saja, lukisan-lukisan tersebut memang seolah berorientasi ke dalam diri. Beberapa judul tersebut antara lain “Di Dalam Lubuk Hati”, “Emosi Biru”, dan “Dambaan”.
Nobon sendiri menyatakan bentuk-bentuk dalam lukisannya sebagai bentuk-bentuk yang ia tidak pernah rencanakan atau ketahui sebelumnya. Ketika ia mengamati sosok dalam karyanya, maka sama halnya ia seperti orang lain, berposisi sebagai penonton. Nobon mengungkapkan, bila karyanya ia terjemahkan di waktu yang berbeda, ia sendiri mungkin akan memiliki impresi-impresi yang berlainan.
Terlepas dari caranya melukis yang tergolong unik, Nobon menyimpan harapan bahwa karya-karyanya akan memberi pencerahan. Harapan yang rasanya juga disimpan banyak seniman atas karya mereka. Dan pencerahan yang coba disuguhkan Nobon dalam pameran kali ini nampak terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja oleh para penikmat seni di Bandung.

Sabtu, 11 Juli 2009

Berkaca Dari Kematian Michael Jackson: Hati-Hati Gunakan Psikofarmaka

Telah dua pekan, dunia berduka atas kematian Michael Jackson. Lebih dari sekedar King of Pop, Jackson telah menginspirasi dunia lewat lagu-lagunya yang bertemakan kemanusiaan, seperti “Heal The World” dan “Black or White”. Ditambah lagi, perhatian dan sumbangsih Jackson bagi organisasi-organisasi kemanusiaan di berbagai negara pun tidak diragukan. Maka wajar, jika kemudian kematiannya menyentak banyak hati, terutama para penggemarnya. Sebuah pertanyaan pun menyeruak, “Ada apa di balik kematian Michael Jackson?”.

Hingga kini, penyebab kematian Jackson masih menjadi misteri. Jaringan TV Fox pada Minggu petang 28 Juni yang lalu, mengabarkan bahwa Jackson meninggal karena henti jantung (cardiac arrest), diduga akibat meminum sekaligus tujuh jenis obat-obat keras yang harus diresepkan dokter. Tiga di antaranya adalah narkotik analgetik, sedangkan empat lainnya masuk kategori antidepresan, antitukak lambung, relaksan otot, dan sedatif.

Dari sejumlah obat-obatan tersebut, antidepresan diketahui memiliki efek samping gangguan kardiovaskular. Pada dosis berlebih, antidepresan golongan trisiklik dapat menyebabkan gangguan ritme jantung yang berbahaya yang dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian, henti jantung yang dialami Jackson pun bisa jadi akibat penggunaan antidepresan.

Bahaya Konsumsi Obat Penenang

Hampir sepanjang usianya, kisah hidup Jackson selalu menarik perhatian banyak orang. Sifat Jackson yang menutup diri sering dikaitkan dengan dugaan child abuse (perlakuan salah terhadap anak) yang dialaminya semasa kecil. Konsumsi berbagai obat, termasuk obat penenang keras Propofol yang ditemukan penyelidik kepolisian di kediaman Jackson, semakin memunculkan spekulasi soal masalah psikis yang kemungkinan dideritanya.

Yang kemudian patut kita pikirkan bersama adalah, seberapa efektif pengobatan konvensional yang selama ini diterapkan terhadap penanganan penyakit psikis? Seperti yang diketahui banyak orang, maharaja rock ‘n roll Elvis Presley yang juga pernah menjadi mertua Jackson meninggal akibat overdosis obat-obat penenang. Dan ini bukanlah satu-satunya kasus overdosis obat-obat penenang.

Menurut Dr. Kusnandar Anggadiredja M.Si, staf pengajar farmakologi di Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung yang menaruh perhatian terhadap kasus-kasus ketergantungan obat, pengamatan terhadap penggunaan beberapa obat penenang mengindikasikan adanya ketergantungan. “Bahkan ada kasus dimana penggunaan obat penenang selama seminggu telah memperlihatkan adanya ketergantungan, padahal dalam pengawasan dokter,” tutur Dr. Kusnandar.

Berkembangnya Metode Pengobatan Alternatif

Dr. Kusnandar juga mengungkapkan bahwa selain memperketat penggunaan obat-obat penenang, antisipasi terhadap masalah ketergantungan yang dapat bermuara pada overdosis dan kematian ini dapat dilakukan dengan keterbukaan terhadap metode-metode di luar kemoterapi dalam penanganan penyakit psikis. Artinya, dunia kedokteran patut membuka diri terhadap alternatif pengobatan penyakit psikis di luar penggunaan obat-obat kimia. Tentunya dengan tetap berhati-hati terhadap kemungkinan efek samping dari metode-metode tersebut.

“Saat ini muncul berbagai alternatif metode pengobatan untuk penyakit psikis, terutama di negara-negara maju. Salah satunya, metode penyinaran yang dilakukan di Jepang. Penyinaran ini tidak dilakukan di ruang gelap. Pasien duduk di suatu ruangan biasa, hanya saja penyinaran di ruangan tersebut menggunakan sinar tertentu,” ujar Dr. Kusnandar.