Selasa, 22 Februari 2011

Pagi

Pagi
kita bertemu lagi dalam imaji
sekat-sekat ruang hati
dimana engkau mengemas mimpi

Pagi
untukmu kukirimkan wangi
dari aroma melati
yang bersiap menantang hari

Pagi
masih akan ada pagi
saat dimana aku menjumpai
engkau pergi, engkau kembali

Pagi
jangan terlalu lama pergi

Hati-hati

_suatu pagi di Februari_

Selasa, 01 Februari 2011

pernikahan?

Tulisan ini adalah realisasi rentetan rencana yang tertunda. Semula, saya berencana meninggalkan satu coretan di dinding rumah ini pada akhir tahun 2010. Semacam refleksi yang lalu begitu saja terlewati. Rencana pun saya perbarui dengan rencana baru: meninggalkan satu coretan di bulan pertama 2011, Januari. Namun kemudian, Januari pergi dan saya hanya terdiam memandangi. Lalu tibalah saya pada satu dini hari yang hening, 2 Februari. Ketika saya sangat ingin menuliskan sesuatu dan keinginan itu menemukan wadahnya yakni waktu dan energi.
Dini hari ini, saya sangat ingin menulis tentang pernikahan. Mungkin ini efek membaca blog seorang teman dua hari yang lalu. Mungkin ini efek pernikahan dua sahabat saya dua minggu lagi di dua kota yang berbeda. Mungkin juga ini efek rencana pernikahan dua sahabat saya yang lain lagi pada semester kedua 2011. Kemungkinan lainnya, ini karena saya berada di 2011 dan semua orang membicarakan pernikahan, bahkan angin pun menghembuskan hal yang sama (berhiperbola :p).
Lima tahun yang lalu, di antara rentetan buku-buku bekas di Palasari, saya dan seorang sahabat membicarakan hal itu. Atau lebih tepatnya, memperdebatkannya. Pernikahan.
Lima tahun yang lalu, saya bertanya pada banyak teman. Pada mentor. Pada orang tua. Dan pada rumput yang bergoyang (sindrom kangen lagu-lagu Ebiet :p). Tentang hal itu. Pernikahan.
Lima tahun yang lalu, saya menolak hal itu. Pernikahan.
Lima tahun yang lalu, saya merasa itu tak perlu. Pernikahan.
Lalu, lima tahun setelah lima tahun yang lalu. Pada suatu dini hari, 2 februari. Di sebuah kamar kosan di Salemba (mohon disimak baik-baik, kamar kosan, bukan kamar rutan :p), saya tertawa menelusuri kenangan.
Pernikahan adalah ibadah. Bukti cinta dan keyakinan padaNya. Karena tak satu pun aturan Ia buat untuk mempersulit makhlukNya. Karena ia sangat mengenal makhluk yang diciptakanNya. Karena jalan yang ditunjukkanNya adalah kebaikan. Sesederhana itu, seindah itu, alasan dan jawaban atas setiap pertanyaan saya.
Maka, semoga Allah kuatkan langkah kami dalam menjemput takdir yang indah. Semoga kami selalu ingat, setiap kesulitan adalah ujian. Semoga kami dikaruniai kesabaran tak terbatas untuk mengerti, jalan ini bukan jalan sendiri maka setiap hal harus kami bagi. Dan semoga ketika kelak pernikahan itu terwujud, kami tak lupa alasan kami memulainya.
Dua hari yang lalu, salah seorang teman saya (yang berencana untuk menikah dalam waktu dekat) bertanya, ''Lo udah siap nikah, Yu?'' dan saya menjawab, ''Mempersiapkan diri.''
Mungkin persiapan ini tak pernah sempurna. Mungkin akan selalu ada yang kurang. Dan rasanya, akan ada banyak hal tak terduga yang datang menyapa. Tapi adalah suatu kepastian, Allah mengaruniai hambaNya kemampuan menjalani setiap takdirNya.
Pagi ini, saya berdoa untuk mereka. Sahabat-sahabat saya yang bersiap menjemput takdir terindah bersama lelaki yang mereka yakini akan menjadi nahkoda yang baik, yang akan selalu mereka banggakan sebagai ayah dari anak-anak mereka kelak.
''Teguhkanlah, ya Allah, ikatannya. Kekalkanlah cinta kasihnya. Tunjukilah jalan-jalannya. Dan penuhilah hati-hati tersebut dengan cahayaMu yang tidak pernah hilang.'' :)
_ditulis pada 2 Februari, dari dini hari sampai pagi dengan diselingi tidur nyenyak :p_