Sabtu, 13 Juni 2009

Mahasiswa Seni Murni ITB Gelar Love Letter (s) di Rumah Buku


Setiap manusia memiliki pemahaman sendiri atas cinta, begitu pula seniman yang juga manusia. Tidak ada manusia yang begitu serupa, sehingga ketika pemahaman atas cinta dibahasakan lewat karya, setiap seniman menyuarakan "kata" yang berbeda. Hal ini lah yang coba disuguhkan 8 mahasiswa seni murni ITB dalam pameran yang mereka gelar di Rumah Buku pada tanggal 9-16 Juni 2009.
Cinta dapat dirasakan di mana saja dan oleh siapa saja, maka Oktianita Kusmugiarti mengangkat cinta di pepohonan dengan burung-burung sebagai tokoh dalam lukisannya. Sementara bagi Windi Apriani, cinta adalah peristiwa yang melibatkan senyawa-senyawa kimia seperti terlihat dalam lukisannya yang berjudul "Chemical Basis of Love". Lain lagi dengan Yanu Kusumaditya yang membahasakan cinta sebagai "Hari Yang Tak Bersudut" dimana lukisan karyanya merupakan satu-satunya lukisan dengan bingkai lingkaran dalam pameran ini.
Selain keberagaman karya para senimannya, salah satu keunikan pameran ini adalah pemilihan Rumah Buku sebagai lokasi pameran. Fungsi Rumah Buku sebagai perpustakaan tidak terganggu dengan adanya pameran ini karena karya-karya seniman ditempatkan di antara buku-buku atau pada ruang-ruang kosong dalam perpustakaan seperti jendela dan dinding sehingga justru terasa sebagai penghias ruangan yang merupakan bonus tersendiri bagi pengunjung perpustakaan.
Menurut Oki dari pihak Rumah Buku, konsep pameran ini sebagai pembacaan kembali atas cinta juga sesuai dengan konsep Rumah Buku yang didirikan atas dasar kecintaan pada buku, film, dan musik. Cinta menjadi benang penghubung antara seniman-seniman dalam pameran ini dengan Rumah Buku sebagai fasilitatornya dan mungkin juga menjadi penghubung keduanya dengan para pengunjung yang menikmati karya-karya yang dibuat atas nama cinta. Tak heran jika salah satu seniman dalam pameran ini yaitu Leyla Aprilia mengungkapkan, "Love is Like A Thread". Cinta seperti benang yang membentuk kisah.

Senin, 08 Juni 2009

Pameran Tunggal Purjito bertajuk Mandalacakra


Mengutip tulisan kurator Suwarno Wisetrotomo, Purjito, di balik sosoknya yang lugu, jujur, dan apa adanya, sesungguhnya adalah seorang yang cermat, tangguh, dan memiliki 'daya batin' yang tajam. Hal tersebut terekspresikan dalam pameran tunggal Purjito yang digelar 3-17 Juni 2009 di Galeri Soemardja bertajuk Mandalacakra, realitas batin sebagai episentrum berkesenian.

Karya-karya Purjito berupa lukisan dan patung yang hadir dalam pameran tunggalnya kali ini beragam dalam objek dan bahan pembuatannya. Purjito menggunakan bahan tradisional seperti perunggu dan juga bahan-bahan baru seperti fiber glass. "Namun akhirnya segera bisa dikenali kecenderungan bentuk-bentuknya, yakni yang figuratif, non-representasional, dan kecenderungan realistik," begitu komentar Suwarno terkait identitas yang menyatukan keberagaman karya Purjito.

Suwarno melihat karya-karya Purjito sebagai upaya pengartikulasian atas kegelisahan-kegelisahan sekaligus menyodorkan gubahan yang mencerahkan bagi diri sendiri dan orang lain, dan dunia batin lah yang menjadi titik pusat orientasi dari karya-karya itu.

Alhasil, melalui patung-patung dan lukisannya dalam ruang pameran kali ini yang dibuka oleh Jim Supangkat, Purjito mengajak kita menyusuri realitas batin di mana alam dikaitkan dengan segala hal di balik yang fisik, yang sosoknya tidak pernah nyata tetapi kehadirannya begitu dekat.